Sep 8, 2009

Budaya Mudik: Ketika Kacang Tidak Lupa Kulitnya

Tidak terasa, kurang lebih dua minggu lagi Idul Firi 1430H akan tiba. Sudah hampir satu tahun gw nggak pulang ke kampung halaman, ke keluargaku tercinta. Rasa rindu telah menggebu-gebu sejak tarawih pertama, gw pengen cepat-cepat mudik!

Mudik adalah suatu tradisi umat manusia, bukan cuma milik masyarakat Indonesia. Tidak lengkap rasanya merayakan hari-hari besar keagamaan; Idul Fitri, Natal, dll; tanpa bersama keluarga. Walaupun teknologi komunikasi semakin pesat, tidak akan bisa menggantikan "sensasi" bertemu langsung, berpegangan, memeluk orang-orang yang mengasihi kita dari lahir, melihat mereka di depan kita dalam keadaan sehat. Bayangkan rasanya mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin kepada Ibu dan Ayah kita melalui telepon atau bahkan melalui Facebook! Sedih amat!

Lebih jauh, mudik adalah suatu reaksi atas kerinduan kita dengan lingkungan dan budaya yang telah kita akrabin sejak kecil. Kerinduan yang dipicu oleh pelatuk bernama "bulan suci Ramadhan" dan "Cuti Bersama Idul Fitri".
Setelah lama berbaur dengan lingkungan dan budaya baru, ada kalanya hati kecil kita berbicara "Bentar lagi bulan puasa, gw pengen pulang!"

Seperti kacang yang mengembara, berpisah dari kulit lamanya untuk mengenal kulit-kulit baru lainnya. Si kacang tidak lupa dengan kulitnya. Si kacang pada akhirnya tetap merasa paling nyaman berada di dalam kulit lamanya. Kulit dimana dia tumbuh dan berkembang. Kulit yang akan selalu melindunginya. Kulit yang akan selalu menerima dirinya. Kulit yang akan selalu penuh kehangatan menyambut dirinya pulang.....

No comments:

Post a Comment